Mempopulerkan Aliran Isekai atau “terlempar ke dunia lain”, anime Sword Art Online rilisan tahun 2012 sukses mencuri perhatian banyak penggemar anime ataupun video game, terutama berkat ceritanya yang mengusung konsep bermain di dunia virtual dengan teknologi yang disebut Full Dive.

Gamer mungkin bertanya-tanya Bilaman kita Dapat bermain layaknya yang dilakukan oleh Kirito dan Sahabat-Sahabat di dalam dunia Sword Art Online. Cukup menggunakan perangkat Virtual Reality (VR) dalam posisi tertidur, kemudian masuk ke dalam dunia virtual dan bermain layaknya beraktivitas di dunia Konkret. Begitu ini, hal tersebut tentu terdengar sebagai imajinasi semata dan hanya bekerja dalam medium hiburan fiksi saja.

Sword Art Online (2012)

Biar demikian, konsep Full Dive sendiri tidaklah Betul-Betul mustahil Kepada direalisasikan. Memang akan membutuhkan waktu Gial Kalau kita mengharapkan seperti yang diperlihatkan pada Sword Art Online. Tetapi Kalau mengacu pada konsep Full Dive yang terdapat dalam Sinema Ready Player One, maka bermain di dunia virtual sejatinya sudah tersedia Biar jauh dari kata optimal.

Memahami konsep Full Dive

Sebelum membahas lebih jauh, Eksis baiknya memahami konsep atau Langkah kerja Full Dive VR itu sendiri. Secara singkat, konsep Full Dive diperlihatkan sebagai teknologi atau medium yang memindahkan atau Membikin kesadaran penuh kita menyelam ke dunia virtual sesuai namanya, dimana kelima indera kita Pandai merespon Segala stimulus yang terjadi di dalamnya layaknya di dunia Konkret.

Teknologi VR Begitu ini sendiri Dapat dibilang baru Dapat memaksimalkan kegunaan indera pengelihatan dan pendengaran. Dua hal tersebut sebenarnya sudah Pandai memberikan sedikit sensasi “tenggelam” di dalam suatu dunia virtual. Tetapi minimnya respon dari tiga indera lainnya terkadang Membikin kesadaran kita Tetap Dapat merasakan hadirnya lingkungan dunia Konkret tempat kita bermain.

Sebagai Teladan, game VR bertajuk Richie’s Plank Experience cukup membuktikan bahwa menstimulus mata dan telinga saja Pandai berikan dorongan Kepada otak langsung berpikir bahwa kita berada di dunia yang berbeda.

Merasakan sentuhan kemudian menjadi hal paling Krusial berikutnya demi mencapai pengalaman Full Dive yang lebih optimal. Menstimulus respon peraba atau diraba tentu akan sangat vital Kepada game-game Full Dive bertipe Action atau RPG. Misalnya sensasi terdorong ketika diserang musuh atau hal-hal kecil seperti terkena hembusan angin.

Begitu ini pun berbagai game center di pusat perbelanjaan mencoba hadirkan pengalaman bermain VR yang Dapat dibilang simulasikan bagian kecil dari Full Dive. Yang cukup Biasa salah satunya adalah VR Roller Coaster, dimana pengunjung akan mengenakan VR Headset dan duduk di kursi yang akan bergoyang sesuai dengan jalur laju keretanya. Beberapa di antaranya bahkan lebih immersive dengan hadirkan hembusan angin atau sedikit cipratan air secara konvensional.

Tetapi pengalaman Full Dive baru akan maksimal ketika indera penciuman dan pengecap teraplikasikan. Biar dua hal ini sejatinya Dapat dilewatkan, Tetapi merasakan masakan virtual atau mencium ‘wewangyan’ waifu milikmu tentu akan berikan pengalaman bermain yang lebih immersive.

Full Dive versi Ready Player One

Sinema Ready Player One (2018) yang disutradarai Steven Spielberg memperlihatkan pengaplikasian konsep permainan Full Dive yang sejatinya Dapat ditiru dengan kemampuan teknologi Era now. Pertama-tama mari kita lihat potongan gambar berikut.

rpo tech
Ready Player One (2018)

Selain VR Headset yang tentunya sudah tersedia secara Mendunia di pasaran, sang Kepribadian Istimewa — Parzival juga terlihat menggunakan omnidirectional treadmill beserta semacam tiang dengan tali yang menahan tubuhnya, dimana berfungsi agar ia merasakan sensasi berjalan maupun berlari yang sesungguhnya di dalam dunia virtual, Tetapi tetap berada di posisi yang sama di dunia Konkret.

Begitu ini hadir beberapa model omnidirectional treadmill mirip dengan yang diperlihatkan pada Ready Player One dan sudah tersedia di pasaran. Biar demikian, banyak diantaranya Bukan menggunakan treadmill konvensional yang memakai permukaan running belt. Seperti Kat Walk Mini dan Cyberith Virtualizer misalnya, dimana menggunakan tapak permukaan yang licin (red) dan harus menggunakan sepatu Tertentu.

Harga omnidirectional treadmill Tertentu VR sendiri Begitu ini berkisar dari 14 juta hingga 800 juta rupiah. Perlu diketahui juga bahwa beberapa diantaranya hadir secara standalone atau Bukan kompatible dengan VR Headset Terkenal seperti PSVR, Oculust dan HTC Vive. Sehingga Bukan menutup kemungkinan akan hadir game-game Tertentu dari beberapa mesin tersebut.

Kembali merujuk ke gambar sebelumnya, selain hadir sebagai controller, sarung tangan yang dikenakan Parzival nampaknya juga berikan fungsi haptic feedback atau memberikan sensasi Begitu menyentuh atau tersentuh. Lebih lanjut, diperlihatkan juga sebuah rompi bernama X1 Bootsuit yang Membikin Segala sensasi meraba dan teraba terasa di Segala tubuh penggunanya.

X1 Suit RPO
X1 Bootsuit

DualSense Punya Sony PlayStation Dapat dibilang yang Begitu ini terdepan dalam menawarkan fitur haptic feedback melalui fitur Adaptive Trigger-nya. Contohnya seperti dalam game Call of Duty: Black Ops: Cold War versi PS5, jarimu akan seperti tertahan ketika hendak menembak dan guncangannya akan terasa berbeda dari tiap-tiap senjata. Tetapi Kepada perangkat haptic feedback yang mendampingi VR sendiri belum Betul-Betul Eksis.

Biar demikian, beberapa penelitian maupun eksperimen telah dilakukan Kepada membawa sensasi sentuhan tersebut kedalam dunia virtual. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh peneliti asal Carnegie Mellon University — Cathy Fang mencoba hadirkan haptic feedback dengan model spring-loaded retractor (pegas). Anda Dapat cek selengkapnya pada halaman ini.

Sayangnya, aspek penciuman dan pengecap sendiri Bukan diperlihatkan dalam Sinema tersebut. Tetapi kita Dapat lihat bahwa teknologi VR yang memaksimalkan penggunaan indera pengelihatan, pendengaran dan peraba saja sudah Pandai berikan pengalaman Full Dive yang optimal, atau setidaknya Dapat seperti dunia virtual yang diperlihatkan dalam Ready Player One.

Sebagai catatan, Begitu ini memang sudah Eksis perangkat dan penelitian yang mencoba menstimulan indera penciuman dan pengecap. Kepada penciuman sendiri salah satunya seperti produk bernama Multisensory VR Mask, dimana menyematkan cartridge berisi beberapa cairan (red) yang akan mengeluarkan ‘wewangyan’. Tetapi Kepada Begitu ini pengaplikasian sendiri terbatas; cartridge tersebut perlu diisi ulang, kemudian pilihan aromanya sendiri terbatas dan hanya Dapat digunakan dengan software bersangkutan. Sedangkan Kepada indera pengecap sendiri sudah Eksis penelitian yang mencoba mengirimkan sinyal elektrik ke elektrode yang diletakkan di lidah, kemudian ditambah dengan input visual dan aroma, dimana hasilnya subjek dapat merasakan rasa asam, asin dan pahit.

Full Dive versi Sword Art Online

Sebagai pelopor istilah Full Dive, Sword Art Online memperlihatkan sebuah perangkat bernama NerveGear menyerupai helm yang menjadi medium pemindah kesadaran dari dunia Konkret ke dunia game. Hal ini tentu langsung mengimplikasikan bahwa Pemeran membutuhkan perangkat yang menstimulus kelima indera langsung lewat otak.

Pada dasarnya otak Orang Mempunyai gelombang atau sinyal elektrik yang Begitu ini Dapat dideteksi oleh teknologi Electroencephalography (EEG). Dan Kepada mencapai Full Dive versi Sword Art Online, kita membutuhkan teknologi yang Pandai menangkap Jernih sinyal-sinyal dari otak tersebut, kemudian menerjemahkannya menjadi sebuah informasi. Mudahnya kita membutuhkan mesin yang dapat membaca pikiran Orang.

Bukan berhenti Tamat diterjemahkan saja, informasi tersebut kemudian harus dikirimkan kembali ke otak demi mendapatkan feedback atau konfirmasi yang serupa di dalam dunia virtual. Misalnya, Anda Mau memukul musuh di dalam game, maka sinyal spesifik tersebut ditangkap dan diterjemahkan menjadi informasi oleh perangkat bersangkutan. Informasi tersebut kemudian dikirim kembali ke otak dalam bentuk sinyal agar aksi memukul monster tersebut terkonfirmasi.

signail brain
Konsep pengaplikasian Full Dive langsung lewat otak

Valve dan Tesla menjadi dua dari beberapa perusahaan yang Begitu ini tengah melakukan penelitian Kepada membaca sinyal di otak, menerjemahkan dan mengirimkan kembali ke otak dengan perangkat brain interface.

Valve dikabarkan menggunakan teknologi yang sama dengan EEG, dimana menangkap sinyal atau gelombang aktivitas otak dengan menempelkan elektrode di sekitaran kepala. Sedangkan Tesla akan menggunakan metode implant atau menanamkan chip sebagai interface, yang dimana kita Mengerti hal tersebut akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan moral dan ketidaksetujuan dari organisasi religi. Biar demikian, kedua penelitian ini rencananya juga akan langsung diuji coba Kepada keperluan gaming.

implant brain tesla
Implant brain interface ala Tesla

Alternatif lainnya datang dari peneliti asal Universitas Massachusetts atau MIT yang mengembangkan sebuah mesin bernama AlterEgo, perangkat yang Dapat menangkap sinyal otak lewat saraf motorik dan menerjemahkannya menjadi informasi. Pada uji coba di tahun 2018 Lampau, AlterEgo Pandai menerjemahkan sinyal otak lewat 20 kosa kata dengan tingkat akurasi sebesar 92%. Pengaplikasiannya sendiri meliputi bermain catur, hitung-hitungan dasar, memilih channel TV dan pekerjaan simpel lainnya.

Biar terbukti cukup efektif dan menjanjikan sebagai mesin yang dapat membaca pikiran Orang, sayangnya Full Dive versi Sword Art Online membutuhkan pemainnya dalam kondisi tertidur atau hanya otak saja yang sepenuhnya bekerja, sehingga saraf motorik sendiri dalam hal ini Bukan miliki peran yang signifikan (red). Lebih lanjut, pengembangan AlterEgo sendiri Begitu ini lebih difokuskan Kepada keperluan medis dan membantu orang-orang penyandang disabilitas.

Kendala presisi

Satu hal sulit yang akan dihadapai oleh Full Dive versi Ready Player One maupun Sword Art Online adalah masalah presisi. Biar hal ini Bukan terhitung urgent Kepada Begitu ini, mengingat bahwa belum Eksis perangkat yang optimal dalam membawa kita ‘terjun’ ke dunia game, presisi atau ketepatan dalam menstimulan respon yang sama dengan dunia Konkret akan menjadi hal yang sangat kompleks Kepada dilakukan.

Hal ini nampaknya sedikit spesifik Kepada indera peraba, pencium dan pengecap. Menstimulan respon Linu ketika terpukul mungkin tidaklah sulit, Tetapi hal-hal kecil seperti merasakan sepatu penuh pasir karena berjalan di pantai, debu yang menempel di Persona ketika berpetualang di padang pasir, mencium bau mulut goblin yang tengah menyerangmu, merasakan masakan waifu idamanmu, merasakan basah ketika menyelam, merasakan sesak ketika terkena bom asap, hingga hormny ketika Menonton Kepribadian idamanmu misalnya. Anda tentu Dapat memikirkan betapa kompleksnya menstimulan respon-respon tersebut demi pengalaman bermain yang immersive dan maksimal.

SAO masak
Pacarmu nggak Dapat Matang di dunia Konkret? Matang di dunia Virtual aja

Full Dive versi Ready Player One mungkin akan sangat sulit menstimulan Segala indera Kepada menimbulkan respon yang sama dengan dunia Konkret, dan pastinya membutuhkan perangkat yang lebih efektif agar Segala tubuh kita Dapat merasakan apa yang kita alami di dunia virtual.

Hal ini tentunya Bukan berbeda dengan Full Dive versi Sword Art Online. Karena belum Eksis mesin yang Pandai menangkap sinyal otak secara efektif, agaknya akan cukup sulit menangkap dan menerjemahkan berbagai sinyal otak yang muncul secara bersamaan, bahkan Bukan menutup kemungkinan menjadi redundan dan mengirimkan feedback yang Bukan sesuai.

Seberapa Gial Tengah kita Dapat ‘terjun’ ke dunia game?

Menjawab pertanyaan tersebut, maka jawaban praktisnya adalah cukup dekat Kepada Full Dive ala Ready Player One dan Tetap jauh Kalau mengharapkan ala Sword Art Online. Prediksi optimis nan dangkal saya Kalau Menonton perkembangan teknologi yang Eksis, setidaknya dalam 10 tahun kedepan ini Full Dive ala Ready Player One akan hadir lebih optimal dengan perangkat yang sudah Eksis, Tetapi pengembangan Full Dive ala Sword Art Online setidaknya baru difokuskan dalam 20 tahun berikutnya.

Hal ini tentu mengingat bahwa Sword Art Online berlatarkan di tahun 2022, Kurang Lebih enam bulan Tengah Begitu artikel ini ditulis. Fakta yang pahit memang mengingat saya sendiri mungkin sudah berumur 50 tahun ketika teknologi Full Dive mulai Ahli dan menghasilkan berbagai game menarik lainnya, atau remake dari game-game Terkenal yang dapatkan update Tertentu Kepada menyelam langsung ke dunianya tersebut.

Satu hal yang tentunya saya harapkan dari kemunculan Full Dive nantinya adalah Bukan Eksis insiden pemainnya terjebak di dalam game ataupun Eksis yang meninggal di dunia Konkret ketika Wafat di dunia virtualnya.

Nah, kira-kira bagaimana pendapatmu soal teknologi Full Dive sendiri? Apakah Anda salah satu yang begitu menantikannya? Menurutmu apakah kita Dapat mencoba teknologi tersebut dalam waktu dekat? Share pendapatmu di kolom komentar ya.


Baca juga informasi menarik lainnya terkait game Sword Art Online atau artikel keren lainnya dari Andy Julianto. For further information and other inquiries, you can contact us via author@Jagat Game.com

Trending