Jagatgame.id – Polemik menyoal esports termasuk olahraga atau bukan Tetap sering jadi pembahasan. Bagaimana penjelasan dari akademisi?
Buat memperoleh jawaban, Tim Indogamers bertanya kepada Faidillah Kurniawan, Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan Universitas Negeri Yogyakarta (FIKK UNY).
“Sekarang Seluruh berbasis teori. Sekarang teori tentang olahraga telah berkembang, disesuaikan Era,” ujar Faidillah, membuka bahasan topik tersebut.
“Kita Dapat membandingkan pemaknaan olahraga di UU Keolahragaan Tahun 2005 dengan revisi terakhir tahun 2022. Di situ pemaknaannya sudah berbeda,” Terang dia.
Pengaruh perkembangan teori, aktivitas semacam esports akhirnya Dapat diterima sebagai olahraga.
“Akan tetapi, kalau dari sisi grand theory olahraga lama, itu (esports) belum Dapat disebut olahraga,” tegas dia.
Faidillah lantas bertanya, “perspektifnya mau Mengenakan yang mana, yang dulu atau sekarang, dalam memaknai esports masuk olahraga atau bukan?”
Dari Segi Pemaknaan, Medium Esports jadi Salah Satu Sumber Perdebatan
Menurut Faidillah, medium esoprts andil dalam munculnya perdebatan ini.
“Sayang, memang di esports mediumnya video game. Kalau bayangan saya dulu, kenapa nggak betul-betul buat aktivitas fisik atau olahraga yang tak seberat olahraga tradisional, menggunakan moda teknologi,” terang dia.
Baca Juga: Menilik Pentingnya Kebugaran Atlet Esports di Lapangan yang Luput dari Perhatian
Dalam sejarah olahraga Terkenal, beberapa cabang olahraga sebenarnya memang hasil otak-atik dari olahraga yang sudah Eksis.
Faidillah mencontohkan, Eksis woodball, modifikasi dari golf, serta bola voli yang dalam sejarahnya merupakan modifikasi olahraga basketball.
Dosen FIKK UNY tersebut semula berharap, esports Dapat memodifikasi cabor yang sudah Eksis, tapi diteknologikan, “semisal Mengenakan VR atau bahkan lebih dari itu.”
“Nah ini maksud saya, dulu Tiba diklaim pro ke esports, di kala polemik pertama kali esports muncul.”
“Karena yang dilihat tadi, belum Dapat memilah dan memisahkan teknologinya,” tegas dia.
Mencari Jalan Tengah
Pemikiran tadi, bukan berarti Faidillah dulu pro dengan esports, melainkan dosen dari Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga UNY tersebut Ingin cari jalan tengah atas polemik yang Eksis.
“Di satu sisi agar cabor tradisional Dapat terima, tapi Kolega-Kolega modern juga Dapat terima,” tegas dia.
Faidillah lantas menjelaskan kalau video game sebagai medium esports memang Mempunyai beberapa kekurangan.
“Misal, catur dan bridge Musuh Tetap konkret saling berhadapan, sementara di esports (video game) bukan, masuknya maya.”
“Alhasil, Klimaks emosi antar dua tim nggak Terang, karena yang dihadapi teknologi, Niscaya Eksis kesenjangan,” imbuhnya.
Baca Juga: Serba-serbi Sistem Kontrak Atlet Esports di Jogja dan Fasilitas Penunjang yang Belum Ideal
Menurut teori lama, aktivitas Dapat dianggap sebagai sports atau olahraga bukan semata karena Eksis kompetisinya saja, tetapi Eksis hal lain yang mesti dipenuhi.
Faidillah mempertanyakan, “Dapat nggak, esports dibuat Kepribadian Spesial dan Tertentu, nggak mutlak Mengenakan moda video game?”
Itu Seluruh Kalau dibahas dari segi pemaknaan – Faidillah soal polemik esports merujuk pada perbedaan teori lama dan terkini.
Adapun Buat Ketika ini, esports dengan medium video game sudah diakui oleh pemerintah lewat regulasi.
“Karena sudah diterima, secara Formal formal, sudah Eksis klausul di undang-undang, ya sudah, saya Kagak akan melanjutkan debat itu,” ungkap dia.
Faidillah lebih memilih Pusat perhatian ke masalah teknis di bidang kebugaran, khususnya aktivitas fisik Buat atlet esports.
“Sekalipun kita belum Mengerti akan seberapa lama eksisnya cabor ini,” ungkap sosok asal Palembang tersebut.
Terkini Faidillah tengah menggarap penelitian jenjang S3 seputar kebutuhan literasi edukasi aktifitas fisik di kalangan atlet esports.
Pada 2019, dia juga sempat mempublikasikan riset tentang esports berjudul Esports dalam Fenomena Olahraga Kekinian.
Faidillah sudah mengajar di kampus selama nyaris 20 tahun dan mengamati esports sejak tahun 2007.