Epic Games Hadirkan Video Game di Layar Lebar Indonesia

Jakarta, Jagatgame.id – Belum terlalu lama, pandemi virus Corona telah menghentikan kegiatan produksi Sinema dan Membikin bioskop-bioskor ditutup. Akibatnya, para produsen Sinema Indonesia mengalami kehilangan pendapatan hingga ratusan miliar rupiah.

Meskipun produksi Sinema sudah berlanjut kembali dan suksesnya penyelenggaraan festival Sinema paling bergengsi FFI 2020 dianggap sebagai tonggak kebangkitan, industri Sinema diyakini Tetap bakal merasakan Pengaruh pandemi hingga tahun 2021 dan sesudahnya.

Menariknya, pandemi dan praktik Restriksi sosial, telah mendorong para produser dan pembuat Sinema Kepada semakin kreatif dalam storytelling mereka. Terlepas dari Restriksi sosial di sana-sini, sudah banyak Teladan bagaimana produksi Sinema dilakukan secara remote, yang menunjukkan bahwa industri perfilman sungguh-sungguh menunjukkan tekad mereka Kepada Maju berkarya.

Menurut Quentin Staes-Polet, GM SEA/India Epic Games, hal ini membuka jalan bagi masa depan industri ini dan produksi Sinema yang dilakukan secara virtual dan remote telah menjadi bagian dari proses pembuatan Sinema.

Pembuatan Sinema Tetap Bukan efisien

Teknologi pembuatan Sinema telah berkembang maju selama lebih dari 40 tahun terakhir. Hanya dengan menonton salah satu Sinema Sci-Fi tahun 80-an saja kita akan segera mengetahui bahwa evolusi teknologi perfilman sangat pesat. Animasi dan Pengaruh Tertentu tampak semakin realistik, sehingga sesuatu yang pada dua Dasa warsa Lampau mustahil, kini menjadi mungkin.

Indonesia juga tidaklah baru dalam hal teknologi pembuatan Sinema, Asal Mula Terdapat sejumlah animator Indonesia yang tergabung dalam tim dibalik pemmbuatan Sinema-Sinema box office seperti Transformers, Iron Man, The Adventure of Tintin, Ant Man, dan lainnya.

Akan tetapi, proses produksi Sinema Tetap tetap diterpa isu inefisiensi dan biaya tinggi, serta belum Terdapat solusi yang betul-betul menjawab persoalan itu.

Baca Juga:  Paket GamesMAX Booster Telkomsel Mulai Rp25 Ribu

Dalam fase pra-produksi contohnya, perencanaan dan visualisasi adegan yang kompleks biasanya membutuhkan waktu yang lama, terutama bila diperlukan keselarasan antara visi kreatif dan realitas teknis. Juga butuh waktu berbulan-bulan Kepada Membikin movie set. Gangguan cuaca serta kondisi Terang yang Bukan mendukung sering kali Membikin jadwal syuting menjadi berantakan. Bahkan setelah syuting selesai, fase pascaproduksi Dapat memakan waktu satu tahun atau lebih.

Pada masa pasca pandemi ini, produser Sinema dengan budget terbatas tak mungkin membiarkan inefisiensi Maju terjadi. Produksi secara virtual dan (yang mengejutkan) pemanfaatan teknologi video game real time barangkali menjadi solusinya.

Menata Ulang Pembuatan Sinema

Produksi Sinema secara virtual, yang ditenagai oleh teknologi video game, akan menjadi pendobrak Langkah kita Membikin konten di masa depan, mulai dari produksi DIY digital hingga blockbuster di masa depan.

Dengan kemampuannya menghemat waktu dan ongkos produksi, produksi Sinema secara virtual dapat menjadi penyelamat banyak perusahaan pembuat Sinema. Contohnya, dengan menggunakan teknologi game seperti Unreal Engine, pembuat Sinema Dapat membangun environment digital yang dapat meniru frame render final. Teknologi ini Membikin seluruh tim produksi Mempunyai visi produk final yang sama. Perubahan apapun Dapat digabungkan kembali secara berulang-ulang dan kolaboratif, yang pada dasarnya telah mengubah pipeline pembuatan Sinema tradisional yang kaku menjadi proses pararel yang mempersingkat waktu produksi secara keseluruhan. Keputusan kreatif tentang pengambilan gambar dan sequence Dapat diambil lebih awal dan tak perlu menunggu Tiba fase pascaproduksi.

Baca Juga:  Kolaborasi Helldivers 2 dan Killzone Hadirkan Crossover Kepada Penggemar Sony

Manfaat Krusial lainnya dalam menggunakan game engine adalah teknologinya real-time, sehingga akan memberikan keuntungan luar Standar dalam produksi virtual. Ketika diterapkan pada pembuatan Sinema, rendering langsung akan mengurangi unsur ketidakpastian dalam proses pra-produksi tradisional dan produksi Pengaruh visual yang terkotak-kotak, karena digantikan dengan pengerjaan imagery yang semakin mendekati hasil editing terakhir (final cut).

Siklus pasca-produksi yang lebih panjang biasanya terjadi dalam pembuatan Sinema yang sarat dengan Pengaruh visual. Akibatnya, pembuat Sinema sering kali kesulitan Kepada Membikin visualisasi hasil akhir yang akan tampil di layar ketika mereka juga harus mengarahkan adegan di setting live-action. Dengan Pengaruh visual di dalam kamera yang direkam dari LED, frame akhir dapat di-preview melalui lensa kamera, dan tim kreatif dapat memanipulasi pencahayaan, environment virtual, dan Pengaruh secara kolaboratif di Posisi syuting. Proses yang lebih intuitif ini juga Membikin kru dapat melakukan penyesuaian selama pengambilan gambar, sehingga tak perlu melakukan kompromi dalam proses editing terakhir setelah pengambilan gambar selesai.

Mendorong Batas dengan Photorealism

Akankah sense realisme dan antusiasme hilang dalam produksi virtual? Bahkan sebaliknya, dengan mengganti green screen dengan scene projection, para aktor akan mendapatkan sense yang lebih Bagus mengenai environment tempat mereka berakting dan visi dari kru produksi.

Faktanya, dengan rendering secara real-time, background dapat diadaptasi menurut perspektif kamera, sehingga seluruh adegan jadi lebih interaktif. Sifat real time dari LED akan memungkinkan pergerakan objek dalam sebuah adegan, seperti posisi Mentari atau sumber pencahayaan lain, atau pepohonan yang bergerak tertiup angin. Potongan-potongan fisik di latar depan (foreground) dapat digabungkan secara mulus dengan environment dan objek digital, sehingga meningkatkan kesan realisme.

Baca Juga:  Square Enix Mengaku akan Rugi Rp2,2 T Kalau Eksis Game yang Dibatalkan

Secara keseluruhan, kemampuan Kepada Menonton hasil pengambilan gambar yang sudah mendekati final akan membantu memastikan kontinuitas, fluiditas, dan pasif atau aktifnya para aktor dari setiap adegan. Hal ini berpotensi mengurangi pengambilan gambar yang tak perlu selama berhari-hari dan pascaproduksi yang menghabiskan waktu berbulan-bulan.

Evolusi Alami dalam Industri Hiburan

Produksi virtual bukanlah hal baru. Serial Game of Thrones yang memenangkan sejumlah penghargaan memanfaatkan berbagai teknik produksi virtual Kepada melampaui ekspektasi penonton. Pada awalnya, produksi virtual digunakan dalam pra-visualisasi (previsualisation) Kepada memastikan keselarasan antara visi kreatif dan teknis di seluruh departemen. Demi storyline (jalan cerita) semakin kompleks, sebuah scouting toolset virtual —yang ditenagai oleh Unreal Engine —juga dipakai Kepada membangun setting yang elaborative dan berimajinasi tinggi.

Di The Mandalorian Season 1, Unreal Engine dari Epic Games juga digunakan Kepada memproyeksikan virtual environment yang kelihatan sangat Konkret ke layar LED yang besar, sehingga para aktor dan kru seperti tenggelam dalam semesta Star Wars. Hal ini memberi Pengarah adegan visibilitas penuh dan kontrol kreatif atas sequence yang ditingkatkan secara digital Demi pengambilan gambar di Posisi syuting.

Produksi virtual memungkinkan berbagai departemen Sinema bekerja secara lebih erat dan real-time, Kepada mewujudkan produk final yang Ekonomis waktu dan biaya. Pada Demi industri bergulat dengan Pengaruh pandemi Mendunia, produksi virtual mungkin merupakan evolusi yang alami bagi industri hiburan.

Mungkin Anda Menyukai