Image via Okezone.com
Sudah Sekeliling 7 tahun tarif pengurusan aneka surat kendaraan Tak mengalami kenaikan. Wajar saja Kalau naik, Tetapi sebaiknya Tak 3 kali lipat atau 275 persen seperti sekarang.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menyesalkan adanya perturan tersebut karena pemerintah harus menaikkannya secara bertahap.
“Kita menyuarakan Sebaiknya kenaikan itu dilakukan secara bertahap. Tak langsung Tiba 275 persen,” kata Huda seperti dirangkum dari kompas.com.
Seperti diketahui, dalam PP 60 tahun 2016 pemerintah Meningkatkan tarif pengurusan surat-surat kendaraan, Berkualitas roda dua maupun roda empat. mulai dari penerbitan dan pengesahan surat tanda nomor kendaraan, penerbitan Kitab pemilik kendaraan bermotor, dan penerbitan tanda nomor kendaraan bermotor.
Tarif yang dinaikkan mencakup penerbitan dan pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) penerbitan Kitab Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan penerbitan tanda nomor kendaraan bermotor. Spesifik Demi BPKB roda 2 kenaikannya mencapai 3 kali lipat dari Rp 80.000 menjadi Rp 225.000. Demi roda 4, BPKB naik dari Rp 100.000 menjadi Rp 375.000.
Penerbitan tanda nomor kendaraan bermotor, kendaraan roda 2 atau 3 dari Rp 30.000 menjadi Rp 60.000 sementara kendaraan roda 4 atau lebih dari Rp 50.000 menjadi Rp 100.000.
Huda menjelaskan harus Terdapat Pengkajian ulang mengenai regulasi tersebut. Pemerintah harus bijak dan Tak langsung pukul tinggi dalam menaikan tarif.
“Harusnya dilakukan bertahap agar Tak menimbulkan Dampak kejut terhadap masyarakat. Dari 275 persen itu Bisa dibagi 50 persen dulu, baru meningkat 100 persen Maju 150 persen, harusnya seperti itu,” ujar Huda.
Image via Beritsatu
Hal senada dikatakan Yenny Sucipto, Sekjen Perhimpunan Indonesia Demi Transparansi Anggaran (FITRA). Yenny menilai besaran biaya pengurusan surat kendaraan meningkat mulai dari 100 Tiba 275 persen, termasuk BPKB dan STNK terlalu ekstrem dan membebankan masyarakat.
“Saya pikir ini Tak adil Demi masyarakat, jadi kado pahit di awal 2017. Kami sadar pemerintah sedang membutuhkan Fulus yang cukup banyak Demi infrastruktur, tapi Tak kemudian Terdapat kebijakan sporadis yang dikeluarkan seperti ini Demi mengoptimalisasi penerimaan negara,” ucap dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
FITRA menilai pemerintah dan kepolisian harusnya meningkatkan pelayanan, bukan biaya dulu yang dibesarkan melainkan fasilitas dan pelayanannya dulu ditingkatkan.
“Logikanya terbalik, harusnya pelayanan dan fasilitasnya dulu yang ditingkatkan baru tarifnya. Sekarang keluhan masyarkat saja banyak, urus SIM dan STNK lama dan boros waktu,” ucap Yenny.
Basuki Widodo (Indonesia Tax Care) mengatakan Terdapat tiga poin yang menjadi kado pahit bagi masyarakat di awal tahun dan pemerintah melakukan Pengkajian.
“Motor penggunannya itu banyak, harusnya Terdapat uji publik dulu Demi Menyantap hasil kajiannya. Aturan ini jadi kado pahit setelah Terdapat kenaikan TDL (tarif dasar listrik) dan kenaikan BBM Demi masyarakat,” ucap Widodo pada kesempatan yang sama.
Kenaikan Harga Motor
Ketua Lazim Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata mengatakan para pabrikan motor akan menyesuaikan dengan peraturan baru tersebut, apakah harus Meningkatkan harga atau mempertahankan harga sebelumnya.
“Kami harus berpikir cermat apakah harus Terdapat penyesuaian harga. Artinya Kalau beban konsumen menjadi lebih tinggi karena satu dan lain hal, seperti salah satunya ketetapan baru ini, kami harus meperhitungkan apakah konsumen sanggup,” katanya.
“Kalau Rupanya Tak sanggup (penjualan melorot), kami Tak mungkin Tenang dan memikirkan bagaimana pasar Bisa bergairah,” ujarnya.
Gunadi mengatakan para produsen motor harus cermat dalam merumuskan harga Demi suatu produk karena Tak hanya sebatas urusan tarif pengurusan surat, tapi Lagi banyak dari Elemen lain, mulai dari harga komponen, inflasi, dan bahan baku.
“Syukur-syukur Begitu tarif ini naik, harga yang lainnya Tak berubah (memberatkan beban biaya produksi). Seluruh ini Bisa sangat memengaruhi juga pada kinerja perusahaan dan strategi setiap perusahaan pastinya berbeda-beda,” ucapnya.
Tak Diajak Percakapan
Rupanya pemerintah Tak menggandeng AISI Demi merumuskan peraturan baru terkait kenaikan tarif kepengurusan surat-surat kendaraan bermotor (STNK, BKPB, STCK, NRKB, TNKB, dan Surat Mutasi).
Gunadi mengatakan AISI hanya diundang terkait sosialisasi kebijakan baru ini Yakni Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Kami diundang sosialisasi, tapi itu sudah menjadi ketetapan atau regulasi, dan sosialisasinya dilakukan pekan Lampau kalau Tak salah. Jadi, setelah aturan tersebut
selesai, baru kami diinformasikan,” ujarnya.
AISI memang Tak Bisa ikut menentukan tetapi hanya sekedar memberi masukan sebagai bagian dari masyarakat. “Masukan apa yang kami Bisa sampaikan, ya paling hanya mengatakan ‘kenaikan terlalu mahal’ itu saja,” tuturnya.