Bagi mereka yang sudah bergelut di industri video game sebagai player atau developer dari Era Nintendo atau PS1, video game terkadang lebih dari sekedar hobi. Mereka memahami bagaimana jalannya video game dan harusnya menyampaikan informasi dari pengalaman yang kemudian dituangkan melalui sebuah wadah tertentu Berkualitas Perhimpunan maupun majalah Buat membagikan pengetahuan mereka atau sekadar Percakapan.

Tetapi bagi banyak orang Indonesia akhir-akhir ini yang “kaget” dengan perkembangan teknologi yang pesat dengan smartphone dan PS yang sekarang udah Eksis di generasi kelima, industri ini jadi lahan gersang dan Tetap belum terjamah pengetahuannya.

Dari sini mudah bagi mereka dengan kekuatan dan pengaruh tertentu Buat menyusupi pengetahuan dan pemahaman industri game Indonesia yang kurang Betul disampaikan yang Membikin mereka kurang Betul memahaminya.

Ini Membikin saya tergelitik Buat setidaknya meluruskan sedikit dari yang mungkin pernah Anda pahami di internet, komunitas, atau mungkin media massa yang ngga Eksis hubungannya dengan game tapi mendadak ngebahas game karena “Kembali booming”.

Lantas apa saja pemahaman yang kurang Betul tersebut? Simak daftar di Rendah.

Catatan:

Saya memasukkan judul dalam artikel ini dengan tanda kutip “industri game” karena Berkualitas dari komunitas dan developernya adalah salah satu bagian dari industri game tersebut.

7. Grafis Bagus Gamenya Niscaya Bagus

Oh jangan salah, saya ngga bilang Crysis 3 Remastered jelek, saya ambil ini karena grafisnya emang bagus, ngga Eksis Rekanan dengan bagus tapi jelek.

Sebenernya ini pemahaman “entry level” dan hanya orang awam yang bakal kepincut dan masuk dalam sebuah jebakan marketing ampas, ‘grafis oke maka gameplay oke’ dan pepatah ‘dari mata Terperosok ke hati’. Sementara mereka yang telah Pelan miliki hobi yang satu ini Terang bakal menolaknya mentah-mentah, ya Segala karena gameplay menjadi aspek paling Primer dalam suatu video game.

Memang, grafis Bisa menjadi daya tarik tertentu, bagi saya grafis yang punya nilai adalah ketika ia Bisa merepresentasikan dunia video game dengan Berkualitas dan memberikan keimersifan yang Membikin kita sebagai player betah main karena berasa Eksis di dunianya. Tetapi selama gameplay ampas, banyak bug, mekanik yang sangat merepotkan misalnya weight limit atau kontrol menghindari serangan sulit, maka ‘don’t judge a book by its cover’ lebih Betul Buat diaplikasikan kepada Segala orang, khususnya mereka yang awam. Sehingga ngga Eksis Kembali tuh Dalih, “Tapi grafisnya bagus”, ngga relevan men, Sinema animasi grafisnya bagus juga Bisa jelek kok.

6. Main Video Game Tak Bisa Jadi Pekerjaan

https://www.youtube.com/watch?v=jcY60vL7208

Apabila dulu orang Uzur kalian mengatakan bahwa bermain video game tak Bisa jadi pekerjaan, kini hal tersebut Bahkan terbukti lebih luas sekarang. Ini ibarat nyamain Anda main bola Lalu tapi ngga Bisa jadi kerjaan, padahal Eksis, atlit.

Video game juga punya atlit dan cabang olahraganya sendiri, namanya esports. Bahkan video game punya jangkauan pekerjaan yang jauh lebih luas dibanding hanya terpaku pada atlit seperti olahraga konvensional.

Pekerjaan video game selain atlit Eksis caster, streamer, reviewer/kritikus, hingga jurnalis yang memahami dan belajar dari banyaknya evolusi video game semasa hidupnya dan dari sejarah.

Sementara streamer umumnya adalah penghibur, mereka ngga cuman main game aja tapi juga menghibur penontonnya, ibarat Anda penyiar radio atau TV, tapi interaktif secara live ngga cuman nerima SMS atau telepon aja interaktifnya.

Caster sendiri biasanya mengomentari secara langsung olahraga esports yang disiarkan dengan pengetahuan kompetitif yang ia miliki. Misalnya saja turnamen AOV, Caster yang punya pengetahuan lebih tentang AOV tentu bakal disukai penonton dibanding mereka yang ga tau apa-apa dan cuman “kerja karena dibayar” sisanya “didirect”.

5. Game Hanya Buat Bocah

Hei hei hei, sama seperti Sinema, video game punya rating yang ngga boleh dikasih bocah di Rendah umur sembarangan. Kalo Anda misalnya punya anak ngasih game 18+ ke bocah SD, o Terang, Anda yang salah. Tapi tentu saja kalo Anda punya pemahaman tertentu agar anakmu ngga mengikuti Segala adegan di game 18+ sih oke-oke aja. Masalah tanggung jawab kok.

Tentu saja dengan sistem rating, game yang harus dimainkan anak-anak atau remaja adalah game yang mudah dimainkan, punya gameplay yang Panggil dengan minim kekerasan. Misalnya aja puzzle yang Bisa mengasah otak, kerjasama seperti Unravel, bercocok tanam seperti Stardew Valley atau Story of Seasons, atau malah game perang Menggemaskan seperti Worms series.

Terdapat banyak sekali rating dari anak-anak, Segala umur, remaja, hingga dewasa. Anda sebagai player atau mungkin orang Uzur Terang wajib Paham hal ini Apabila anakmu merengek atau Anda sendiri paham konsekuensinya.

4. Video Game Bisa Bikin Anak Jadi Bar-Bar / Hilang Budi Pekertinya

Apabila anak mengerti bahwa video game adalah fiksi, maka mereka paham bahwa hal tersebut ga mungkin dilakukan di dunia Konkret. Kecuali yang mereka mentalnya belum terbentuk dan Tetap dalam tahap “Tetap suka meniru”, kalau yang ini Terang tanggung jawab orang Uzur Buat Bukan memberikan video game di usia Pagi. Selama anak menganggapnya benda Buat bersenang-senang, mereka akan Kondusif-Kondusif saja dan Bukan menirukannya.

Hal yang Membikin anak jadi bar-bar atau hilang budi pekertinya Terang internet dan game online kompetitif. Sekali Kembali ini masalah mental. Internet dan game online kompetitif adalah tempat berkumpulnya Segala orang dari berbagai lapisan, Berkualitas kaya, miskin, berumur, hingga mereka yang punya perilaku Bukan manusiawi.

Menerjunkan anak yang tak siap mental ke game online kompetitif Bisa mungkinkan mereka Bersua orang-orang rusak yang secara tak langsung “mengajari” mereka Buat menjadi bar-bar dan tak punya moral.

Padahal kalau anak-anak ini mainnya cuman game offline Normal, mereka Bisa belajar banyak hal dan Bisa bersenang-senang. Tentu saja kalau main game sesuai umurnya ya.

Sebenarnya Eksis kajian Buat ini dalam ilmu psikologi, tapi lebih Berkualitas dijelaskan di opini Spesifik karena Bisa lebih detil.

3. Game Bukan Boleh Adiktif

Saya cukup tergelitik ketika mendengar kalimat ini, karena video game pada dasarnya memang dibuat Buat bersenang-senang. Video game adalah sarana relaksasi yang interaktif dan Bisa dinikmati dalam waktu yang cukup Pelan. Orang butuh bersenang-senang dan itu wajar.

Video game yang Bukan adiktif dinilai gagal jadi video game karena ngga Bisa bikin playernya menikmatinya Kembali dan Kembali. Main chapter 1 udah bosen misalnya. Sementara pengembangan game makan biaya yang Bisa sekelas rumah atau mobil mewah.

Kalo video game ngga adiktif, maka Terang dia ngga akan Bisa laku dan developer Bisa jadi gulung tikar karena biaya yang digelontorkan banyak banget.

Terang, adiksi video game itu balik ke orangnya masing-masing Buat Bisa mengatur waktu dan menahan nafsu memainkannya. Saya pribadi menjadi salah satunya karena hobi banget ngabisin Dana buat ke warnet buat main Counter-Strike kala itu.

https://www.youtube.com/watch?v=cBYGrwNr6VQ

Tetapi sejak saya Paham apa tanggung jawab saya dengan konsekuensi bahwa kuliah saya akan terganggu, maka saya harus menahan diri Buat itu dan menjadwalkan di otak saya bahwa belajar adalah prioritas, sementara video game adalah kebutuhan sekunder.

Apabila Anda mungkin orang Uzur yang Mempunyai anak, mungkin mengajari anak dengan membuatkan jadwal Bisa menjadi solusi agar Bukan melulu adiktif terhadap video game. Misalnya saja hari senin-jumat waktunya belajar dengan batasan bermain 1-2 jam setelah mengerjakan tugas. Sementara sabtu malam minggu dan minggu boleh bermain sepuasnya.

2. Video Game Harus Mendidik

https://www.youtube.com/watch?v=cwBBEVEftYw

Sebelumnya saya sempet mikir, “Apabila Segala video game mendidik, apa dong gunanya sekolah? Orang Uzur jadi lepas tanggung jawab dong?”, tapi saya kembali memikirkannya dari sisi lain.

Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya bahwa video game dibuat Buat hiburan, maka mewajibkan developer Buat Membikin game yang mendidik maupun Bukan adiktif adalah sebuah kesalahan besar.

Ohya tentu saja Eksis video game yang mendidik, tapi itu jumlahnya hanya sedikit dan tak Segala orang menyukainya. Saya tau Eksis beberapa seperti game yang mengajari Anda bahasa Jepang bahkan Eksis game kamus Jepang dan challenge bahasa Jepang (selama saya kuliah Eksis game jenis ini di Nintendo DS, cuman karena Segala penjelasannya menggunakan bahasa Jepang, Terang bukan buat pemula).

Game lain yang mendidik adalah yang baru aja dipublish Ubisoft selama beberapa tahun terakhir soal pelajaran sejarah, game dokumentasi sejarah Asal Mesir, Yunani, dan Viking yang mereka angkat sebagai tema Primer di Assassin’s Creed Origins, Odyssey, dan Valhalla.

Developer maupun publisher Terang membutuhkan balik modal yang tinggi dan sesuai pasarnya, khususnya mereka yang baru terjun. Apalagi bikin game ngga murah, Apabila Anda pikir masukin ke Steam, PS Store, dan Nintendo ga bayar kayak Tokped misalnya, maka Anda salah karena mereka butuh pemasukan juga.

Ini belum termasuk lisensi engine video game yang mereka Mengenakan yang juga bakal narik komisi per-berapa unit gamenya terjual kayak Unreal Engine, Unity, atau CryEngine. Bikin edisi fisik juga butuh duit ngga asal bilang ke PlayStation Lalu Eksis versi fisik, emang burning di BluRay dan siapin kotak plastik sebagai case-nya ga bayar? Bayarlah.

Dengan banyaknya Dana yang harus mereka gelontorkan, menjadikan setiap video game yang dibuat harus mendidik Terang bukan sebuah opsi yang Berkualitas. Kasarnya, developer dan publisher butuh makan, mereka bukan panti sosial berkedok hiburan interaktif.

1. Video Game Harus Mempunyai Unsur Pancasila, Keuntungan Besar

Saya agak takut sebenernya nyentil yang ini karena kurang paham maksud yang disampaikan gimana. Tapi mungkin yang sempat disampaikan Eksis hubungannya dengan sila dari pancasila.

Ini Bisa sebenernya direpresentasikan di salah satu atau banyak game, misalnya saja Eksis sebuah Bangsa dalam game yang diceritakan Betul-Betul takut sama kepercayaannya karena menurut mereka Tuhan mereka adalah satu dan tak boleh diganggu gugat.

Cuman masalahnya apakah bakal punya keuntungan besar bakal balik Kembali ke dua poin sebelumnya.

Sama halnya dengan harus mendidik dan Bukan boleh adiktif, Segala punya pasarnya sendiri. Memaksakan tiga poin dalam satu video game akan mengacaukan yang sudah saya jelaskan di poin sebelumnya, yakni keuntungannya.

Sasaran pasar developer itu Berbagai Macam-macam, Tetapi banyak developer lokal yang umumnya menargetkan pasar luar karena selain lebih terbuka, mereka yang bener-bener gamer, beneran beli gamenya ngga ngebajak Lalu bangga.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, Eksis beberapa solusi Buat ini, salah satunya developer mungkin Bisa lebih “subtle” atau Pintar Buat memasukkan hal tersebut dalam game buatan mereka dengan menggabungkannya dengan unsur lain yang membuatnya lebih menarik seperti Bangsa atau mungkin suatu peradaban dengan teknologi tinggi.


Tentu saja beberapa poin yang Eksis di atas bukan bermaksud apapun selain meluruskan dan memberikan penjelasan bahwa video game itu tak semudah, “hey harus begini”. Karena kita yang sebenarnya sudah cukup Pelan maupun mungkin kalian yang Tetap baru, harus banyak belajar buat memahami gimana alurnya, gimana sih komunitasnya, resepsinya di dunia luar, ngga melulu soal Dana maupun pendidikan.

Ini Terang karena pada dasarnya video game adalah media hiburan interaktif yang analoginya mirip permen, kalo dikonsumsi Lalu-menerus akan menjadi penyakit, tapi kalau Eksis “jadwalnya” Bisa jadi obat di kala suntuk, sedih, dan kesepian dalam kehidupan.

Penyampaian yang kurang Betul tentu saja akan mengacaukan dunia persilatan, alih-alih bikin Anda tambah pinter dan menerima pendapat orang lain dengan lebih terbuka Demi mendiskusikan video game atau berpendapat tentangnya, Anda malah disetir dan dibelokkan dengan penyampaian yang kurang Betul tersebut. Bahasa kerennya Bisa jadiin Anda ignorant.

Oh ya saya ngga bilang pendapat saya absolut, karena ya saya Orang Normal dan Bisa saja salah. Jadi maafkan Apabila sedikit menyinggung karena hal tersebut. Tapi kalo Anda punya pendapat lain tentu saja Anda Bisa cantumin di kolom komentar, jangan ragu tapi jangan terlalu frontal juga. Ingat, Eksis etikanya.

Ingin membaca artikel seperti ini Kembali? Anda Bisa mengunjungi laman G|List kami Buat Paham apa saja yang Eksis di industri ini yang mungkin belum pernah diceritakan sama sekali melalui Pengumuman atau yang lain.

Trending