Komunitas Game Toxic – Tak jarang ketika kita berselancar di jagat maya, banyak jumpai berbagai komunitas game dengan segala bentuk toxic yang Terdapat. Sebagai gamer, terkadang kita sudah Letih Menyaksikan hal ini eksis dimana-mana. Loncat dari satu komunitas game ke komunitas lainnya, selalu berakhir dengan racauan dan perdebatan yang saling menghujat.

Fenomena ini tidaklah langka, dan bukan hanya terjadi di Tanah Air saja. Bahkan sudah terjadi di mancanegara sejak adanya internet sebagai jembatan antar Pemeran game yang hadir tahun 90an akhir dan 2000 awal.

Argumen yang Membangun Komunitas Game Menjadi Toxic

Argumen kenapa gamer menjadi toxic

Terdapat banyak hal yang menurut penulis Pandai kita kaji dari pergumulan seperti ini. Mulai dengan bagaimana internet Pandai mengubah pola berpikir gamer, hingga konsekuensi dari kecanduan game.

Seluruh ini tentu berkontribusi terhadap bagaimana sebuah komunitas game yang Sepatutnya dibangun Buat gamer saling berbagi pengalaman, berangsur berubah menjadi sarang hujatan.

Sebelum memulai pembahasannya, Terdapat baiknya kita mulai dari bagaimana awalnya komunitas game terbentuk. Dan bagaimana sejatinya demografi gamer yang dulu dianggap sangat niche ini berubah hingga dianggap lumrah dan bahkan selebriti saja menjadi gamer.

Istilah Gamer Bermula dari Pemeran Konsol

komunitas game menjadi toxic
Konsol game PlayStation

Kalau kalian yang sudah berumur separuh baya dan seorang gamer, metode bermain game yang kalian kenal mungkin Kagak jauh dari konsol dan arcade. Dimana dulu konsol-konsol seperti Atari, Sega, Nintendo, dan mungkin Sony PlayStation dan Xbox merupakan nama yang Kagak asing.

Berbeda dengan era sekarang dimana gawai portable seperti smartphone saja Pandai digunakan Buat bermain game. Bahkan game yang sama dengan versi konsol (Fortnite misalnya). Kagak Tengah mengherankan kalau jumlah gamer semakin banyak dan industri ini berkembang menjadi sesuatu yang masif dan mendatangkan profit besar.

Istilah multiplayer dulu pun belum Terdapat karena internet belum masif digerakkan sebagai sarana entertainment. Hingga Kalau gamer Ingin bermain multiplayer, harus bergantung pada game yang mengizinkan couch play (istilahnya 1P dan 2P) dan belum Mempunyai sistem konektivitas yang terhubung ke jaringan. Alhasil mereka harus Pandai bermain secara lokal alias langsung tatap muka.

Integrasi Internet Mengubah Perilaku Gamer Menjadi Player Toxic

komunitas game menjadi toxic
Ketika stres bermain game berujung menjadi toxic

Kalau sekarang, integrasi internet sudah sangat memadai Buat urusan game. Hingga muncullah berbagai istilah seperti MMORPG, MOBA, Online PVP, dan lain sebagainya. Seluruh itu berkat infrastruktur internet yang sudah Cakap Berkualitas di negara barat maupun di Indonesia sendiri.

Jadi Pandai dikatakan internet adalah kunci awal mengapa Seluruh ini terjadi. Akibat yang dihasilkan terlalu besar meskipun dengan internet kita Pandai menikmati terkoneksi dengan siapa saja di belahan dunia manapun.

Problema player toxic pun mulai bermunculan. Komunitas game dipenuhi dengan mereka yang toxic karena banyak dari mereka memang sangat vokal dalam berbicara. Hingga Terdapat beberapa Argumen mengapa komunitas game menjadi toxic adalah sebagai berikut:

1. Keawanamaan/Anonimitas

Pertama tentu Kagak lain karena anonimitas. Di jagat internet, kita Kagak saling kenal. Setidaknya kalau di Perhimpunan terbuka dengan jumlah pengguna ribuan, chance kita menemukan orang yang kita kenal sangat kecil.

Maka dari itu, kita Pandai bebas menciptakan sebuah topeng atau persona baru tanpa takut Terdapat yang Paham kalau sifat kita di dunia Konkret itu jauh berbeda dengan apa yang kita tampilkan dalam dunia maya. Perasaan anonim inilah yang Membangun Sosok lebih buas karena berlindung dibalik tembok maya tersebut.

2. Kebanyakan Kagak Berpikir Sebelum Bertindak

Kedua Pandai jadi karena lewat internet, kita kebanyakan Kagak berpikir dulu sebelum bertindak. Tetap berurusan dengan yang pertama tadi, kita lebih merasa nyaman ketika Kagak mengenal Rival yang kita ajak bicara. Mekanis kita Kagak perlu menjaga perasaan mereka dan bebas menyuarakan kekesalan, kebencian, dan lain sebagainya dalam bentuk amarah.

3. Internet Membangun Mereka Kagak Terlihat

Tambahan poin lainnya adalah kita Kagak terlihat di internet. Rival bicara kita Kagak Paham bagaimana Bentuk kita di dunia maya (selama Kagak ter-doxxing). Mekanis kita Kagak Tengah merasa bersalah atas apa yang kita lakukan meskipun kita Paham apa yang kita katakan itu akan menyakiti hati orang.

4. Seluruh Punya Posisi yang Setara di Jagat Maya

Internet juga tempat dimana Kagak Terdapat pihak yang punya status lebih tinggi dibanding lainnya. Seluruh punya posisi setara satu sama lain. Hingga Kagak Terdapat “polisi” atau hukum yang akan menjerat mereka kalau menyakiti orang lain. Hingga istilah Cyberbullying menjadi sebuah fenomena baru begitu internet mulai dikenalkan, terutama diantaranya adalah komunitas game dimana perbedaan pendapat saja akan memicu bullying secara virtual.

Dari pembahasan diatas, Pandai diartikan kalau sebuah komunitas game sudah Pandai dikatakan toxic bila sudah Mempunyai Tanda-Tanda sebagai berikut:

  1. Banyaknya Harassment
  2. Memberikan opini yang bersifat menyerang
  3. Kurangnya kesadaran akan ujaran kebencian
  4. Memfavoritkan suatu orang atau memberikan privilege bagi orang tertentu
  5. Doxxing atau membocorkan identitas Asli pengguna
  6. Memanipulasi orang lain Buat disalahkan

Toxic di Game Sudah Dianggap Lumrah

komunitas game menjadi toxic
Terlalu sering Menyaksikan yang toxic, gamer jadi merasa sudah lumrah

Komunitas game toxic juga Pandai dimulai dari game-nya itu sendiri. Yakni game tersebut memang gampang digunakan Buat memancing gamer Buat melakukan hal seperti itu. Teladan saja ketika game PVP ranked yang sekarang sedang booming. Sistem ranked dalam game online Begitu ini adalah sumber Istimewa bagaimana sebuah game dicap sebagai game toxic bagi sebagian gamer.

Ketika kita sudah menyalahkan player lain dengan amarah dan kata-kata yang Kagak sepantasnya, maka kita sudah menjadi bagian dari komunitas toxic tersebut. Bahkan perilaku seperti ini dicontohkan oleh influencer di media besar seperti YouTuber, Twitch Streamer dimana mereka memperlihatkan sifat yang Jelek dan Mengucapkan kasar selama permainan.

Mekanis apa? Perilaku ini tentu diikuti oleh mereka yang Tetap belia karena beranggapan yang para influencer lakukan bagi mereka terlihat “keren.” Alhasil, Seluruh ini akan menjadi drama baru di komunitas.

Hasil: Komunitas Game Toxic Berujung Jadi Drama Panas

komunitas game menjadi toxic
Reaksi kecil Pandai memicu reaksi besar

Dari sekian banyaknya problem dalam industri game, yang paling sulit Buat dibenahi memang adalah soal drama dalam komunitas. Apalagi kalau di komunitas game yang toxic, selalu saja pembahasan kecil Pandai berujung ke drama panas.

Kejadian seperti ini Segera pula menyebar kemana-mana terutama Buat game yang memang Terkenal dimainkan oleh khalayak ramai. Alhasil memicu reaksi berantai dan Membangun drama yang tadinya Sekadar Terdapat di komunitas lokal membesar dan merembes kemana-mana.

Kalau menurut kalian bagaimana, brott? Apakah kalian pernah merasakan komunitas game yang toxic?


Baca juga informasi menarik Jagat Game lainnya terkait Gamer, Toxic atau artikel lainnya dari Andi. For further information and other inquiries, you can contact us via author@Jagat Game.com.

Trending